Tidak Ada Kata Terlambat Untuk Merubah Diri Menjadi Lebih Baik. Rubahlah semenjak keinginan untuk berubah datang pada hati kita semua, jangan ditunda karena jeda waktu itu akan dimanfaatkan setan untuk membisik hati kita agar niat baik kita untuk berubah ditunda (Icam Sutisna)

Tuesday, May 14, 2024

KEKERASAN DIDALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

 KEKERASAN DIDALAM RUMAH TANGGA (KDRT)


Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Setiap warga negara harus terbabas dari kekerasan, baik kekerasan yang terjadi dilingkungan sekolah, lingkungan masyarakat maupun dilingkungan keluarga.  Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus.

Merujuk data Survei Pengalaman Hidup Perempuan (SPHPN) 2021 yang dirilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kekerasan pada perempuan di Indonesia mengalamitren penurunan. Proporsi perempuan umur 15-64 tahun yang mengalami kekerasan (fisik, seksual, atau emosional) oleh pasangan/mantan pasangan dalam 12 bulan terakhir turun dari 10,6 persen pada 2016 menjadi 6,6 persen pada 2021. Fakta ini sepintas menggembirakan,tetapi jika mengacu hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah perempuan pada rentang usia itu 92.453.700 jiwa. Artinya, berdasarkan SPHPN 2021, dalam setahun jumlah perempuan yang menjadi korban kekerasan masih sangat besar, 6.101.944 orang. (lihat artikel kompas 15 Mei 2024)

Korban kekerasan dalam rumah tangga cenderung banyak dialami oleh perempuan atau istri, walaupun pernah juga ada beberapa kasus kekerasan rumah tangga yang korbannya laki-laki atau suami, namun prosentasenya lebih sedikit dibandingkan dengan korban perempuan. 

Berdasarkan data OECD (2023), 20,2 persen perempuan Indonesia masih setuju jika suami/pasangan melakukan kekerasan kepada istri/pasangan pada keadaan tertentu(lihat artikel kompas 15 Mei 2024). Jika melihat data ini sepertinya agak aneh, kenapa ada perempuan atau istri yang masih menyetujui adanya kekerasan terhadap dirinya, tentu ada alasan mengapa hal ini terjadi. Diduga terdapat berbagai faktor risiko yang mempengaruhi perempuan menjadi korban KDRT misalnya adanya ketimpangan kekuasaan gender, norma budaya yang merendahkan perempuan, ketidakseimbangan ekonomi, dan kelemahan hukum yang membatasi perlindungan perempuan.

Diterbitkannya Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, diaharapkan menjadi benteng hukum untuk meminimalisir kekerasan yang terjadi didalam rumah tangga. Kekerasan didalam rumah tangga masuk dalam ranah hukum pidana dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara jika kekerasan tersebut mengakibatkan korban meninggal dunia.

Didalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 dijelasakan bentuk kekerasan rumah tangga seperti kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan fisik  adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan psikis  adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan seksual meliputi : 

  • Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
  • Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. 

Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. 

Maraknya kekekrasan didalam rumah tangga diduga disebabkan karena beberapa faktor. Berikut ini beberapa faktor yang mungkin diduga memicu terjadinya kekerasan didalam rumah tangga:
A. Faktor Individu. 
  • Masalah Kesehatan Mental: Gangguan mental seperti gangguan emosi atau psikologis dapat meningkatkan risiko seseorang menjadi pelaku atau korban KDRT. 
  • Riwayat Kekerasan: Individu yang pernah menjadi korban kekerasan atau tumbuh dalam lingkungan yang penuh kekerasan cenderung lebih rentan terhadap KDRT.
  • Kurangnya Keterampilan Komunikasi dan Penyelesaian Konflik: Individu yang memiliki kesulitan dalam mengelola emosi dan menyelesaikan konflik secara sehat mungkin lebih cenderung menggunakan kekerasan sebagai cara untuk mengekspresikan diri atau menyelesaikan masalah.

B. Faktor Hubungan.

  • Konflik dan Ketegangan Hubungan: Konflik yang berkepanjangan atau ketegangan dalam hubungan, seperti masalah keuangan, perselisihan, atau perbedaan nilai, dapat meningkatkan risiko terjadinya KDRT.
  • Kurangnya Keterlibatan Positif: Kurangnya interaksi positif, dukungan, atau komunikasi yang sehat antara pasangan dapat menyebabkan frustrasi dan kemarahan yang berujung pada kekerasan.

C. Faktor Lingkungan Sosial dan Budaya.

  • Norma Budaya yang Mendukung Kekerasan: Lingkungan yang membenarkan atau memperkuat perilaku kekerasan dapat mempengaruhi persepsi dan tindakan individu terhadap KDRT.
  • Stigma terhadap Perceraian atau Penceraian: Beban sosial atau tekanan budaya untuk mempertahankan hubungan yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko terjadinya KDRT.

D. Faktor Struktural dan Ekonomi.

  • Ketimpangan Kekuasaan: Struktur kekuasaan yang tidak seimbang dalam hubungan, di mana satu pihak memiliki kontrol atau dominasi atas yang lain, dapat menjadi faktor risiko terjadinya KDRT.
  • Ketergantungan Ekonomi: Ketergantungan finansial pada pasangan atau keluarga dapat membatasi opsi dan mempersulit untuk meninggalkan hubungan yang berbahaya.

E. Faktor Psikologis dan Emosional.

  • Masalah Pengendalian Diri: Individu yang sulit mengontrol emosi atau memiliki masalah dengan impulsivitas dapat menjadi lebih rentan terhadap tindakan kekerasan.
  • Perasaan Rendah Diri atau Inferioritas: Kurangnya harga diri atau perasaan tidak berdaya dapat menyebabkan individu mencari cara untuk mendapatkan rasa kuasa atau kontrol, termasuk melalui kekerasan.

Penting untuk diingat bahwa KDRT adalah perilaku yang tidak dapat dibenarkan dan tidak pernah menjadi tanggung jawab korban. Penyebab KDRT sangat kompleks dan mungkin berbeda untuk setiap situasi atau individu. Upaya pencegahan KDRT melibatkan pengenalan faktor risiko, pendidikan publik, intervensi yang sesuai, dukungan korban, dan perubahan budaya untuk mempromosikan hubungan yang sehat dan menghormati antara pasangan dan anggota keluarga. Berikut ini hal yang bisa diusulkan untuk meminimalisir munculnya kekkerasan di dalam rumah tangga:

A. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat.

  • Memberikan pendidikan dan kesadaran kepada masyarakat tentang KDRT, termasuk tanda-tanda, konsekuensi, dan cara mengatasi masalah ini.
  • Mengedukasi tentang hubungan sehat, komunikasi yang efektif, dan resolusi konflik yang non-kekerasan.

B. Penguatan Hukum dan Penegakan Hukum

  • Meningkatkan penerapan hukum yang melindungi korban KDRT dan menghukum pelaku.
  • Memastikan akses korban untuk mendapatkan bantuan hukum dan perlindungan melalui proses hukum yang adil.

C. Pelayanan Dukungan untuk Korban.

  • Menyediakan layanan dukungan terpadu bagi korban KDRT, termasuk tempat perlindungan, konseling psikologis, layanan medis, dan bantuan sosial.
  • Membangun jaringan dukungan komunitas yang melibatkan lembaga-lembaga kesehatan, pemerintah, LSM, dan masyarakat sipil.

D. Intervensi pada Tahap Dini.

  • Mendeteksi dan intervensi pada tahap dini melalui layanan sosial dan kesehatan, seperti pemeriksaan rutin dan program pendidikan kesehatan mental.
  • Melibatkan keluarga dan masyarakat dalam mendeteksi gejala KDRT dan mendorong laporan terhadap kasus yang dicurigai.

E. Pendidikan Kesehatan dan Keterampilan Hubungan.

  • Meningkatkan pendidikan kesehatan dan keterampilan hubungan yang sehat sejak dini, termasuk pendidikan gender yang mempromosikan kesetaraan dan menghormati.
  • Mengajarkan keterampilan komunikasi yang efektif dan penyelesaian konflik yang non-kekerasan.

F. Penghapusan Faktor Risiko Struktural.

  • Mengurangi ketimpangan kekuasaan, termasuk melalui inisiatif ekonomi yang mempromosikan kemandirian ekonomi bagi wanita.
  • Mengatasi norma budaya yang membenarkan atau memperkuat KDRT melalui kampanye dan advokasi untuk perubahan perilaku dan sikap.

G. Keterlibatan Pria dan Pengarusutamaan Gender.

  • Melibatkan pria sebagai sekutu dalam mengatasi KDRT dan mempromosikan konsep pengarusutamaan gender.
  • Mendorong peran positif pria dalam memerangi kekerasan dan mempromosikan keseimbangan kekuasaan dalam hubungan.

Pencegahan KDRT memerlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga kesehatan, LSM, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Perubahan yang signifikan dalam mengatasi KDRT memerlukan komitmen jangka panjang untuk mengubah norma budaya, meningkatkan akses terhadap layanan, dan mempromosikan kesetaraan gender serta kesejahteraan keluarga.







Sunday, May 12, 2024

Sosialisasi literasi digital

Sosialisasi literasi digital


 
 Alhamdulillah kegiatan sosialisasi literasi digital di desa Bongo Kecamatan Batudaa Pantai kabupaten Gorontalo berjalan dengan baik. Kegiatan sosialisasi literasi digital dengan mengusung tema bijak bermedia digital dilaksanakan pada hari Sabtu 04 Mei 2024. Kegiatan sosialisasi ini alhamdulillah dihadiri oleh Ayahanda Desa Bongo. 
Kegiatan sosialisasi ini merupakan pengabdian matakuliah literasi digital jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo. Pengabdian matakuliah ini sebagai rasa tanggung jawab kami sebagai akademisi untuk berbagi pengetahuan kepada masyarakat secara langsung. Kami terus mengedukasi masyarakat dengan pengetahuan yang dimiliki agar masyarakat memiliki pengetahuan tentang dunia digital dengan beragam produknya.
Dunia digital seperti halnya dunia real, memiliki sistem aturan dan nilai tersendiri. Dunia digital bukanlah ruang hampa yang bisa bergerak sebebasnya tanpa ada aturan yang mengatur didalamnya. Kesadaran itu yang coba kami bangun dalam kegiatan sosialisasi tersebut. Kesadaran ini sangat penting agar masyarakat pada saat berada di dunia digital tidak lose control.
Meningkatkan Literasi Digital Kunci Mengarungi Dunia Digital dengan Bijaksana Dalam era di mana teknologi digital merajai hampir setiap aspek kehidupan kita, literasi digital menjadi kemampuan yang krusial untuk dimiliki. Literasi digital mencakup pemahaman dan keterampilan dalam menggunakan teknologi secara bijaksana, efektif, dan aman. Dengan memperkuat literasi digital, individu dapat menghadapi tantangan dan risiko yang ada dalam dunia digital dengan lebih percaya diri. 
Mengapa Literasi Digital Penting? Teknologi digital telah melampaui batas-batasnya sebagai sekadar alat atau sarana komunikasi. Seiring dengan kemudahan yang ditawarkannya, ada pula risiko yang perlu diwaspadai, seperti penipuan online, kebocoran privasi, penyebaran informasi palsu, dan bahaya kecanduan media sosial. 
Literasi digital memberikan pondasi yang kokoh untuk menghadapi tantangan ini. 
Komponen Utama Literasi Digital :
  • Kesadaran (Awareness) Literasi digital dimulai dengan kesadaran akan risiko dan ancaman yang mungkin dihadapi dalam penggunaan teknologi. Mengetahui bagaimana mengenali upaya penipuan online dan menjaga privasi secara efektif adalah keterampilan penting. 
  • Keterampilan (Skills) Kemampuan mencari informasi secara efektif, menggunakan aplikasi dengan baik, dan mengelola data pribadi dengan bijaksana adalah bagian dari keterampilan literasi digital. 
  • Etika (Ethics) Literasi digital juga mencakup pemahaman tentang etika dalam menggunakan teknologi. Menghormati hak cipta, mematuhi aturan komunitas online, dan menghindari perilaku negatif adalah aspek penting dari literasi digital. 
  • Keamanan (Security) Mengamankan informasi pribadi dengan menggunakan kata sandi yang kuat, memperbarui perangkat lunak secara teratur, dan menghindari ancaman keamanan merupakan bagian dari keahlian literasi digital. 
Tips untuk Meningkatkan Literasi Digital :
  • Selalu Berpikir Sebelum Mengklik Jangan asal mengklik tautan atau lampiran dari sumber yang tidak dikenal. Verifikasi keaslian informasi sebelum mempercayainya.
  • Pentingnya Privasi Tetapkan pengaturan privasi yang tepat pada akun media sosial dan aplikasi. Hindari membagikan informasi pribadi secara terbuka di platform online. 
  • Verifikasi Informasi Periksa sumber informasi sebelum menyebarkannya lebih lanjut. Jangan terjebak dalam penyebaran informasi palsu atau hoaks. 
  • Belajar Secara Terus-Menerus Ikuti perkembangan teknologi dan kebijakan privasi. Selalu siap untuk mengikuti pelatihan dan kursus literasi digital. 
Kunci untuk menjelajahi dunia digital dengan percaya diri dan aman. Dengan memahami risiko dan mengembangkan keterampilan digital, kita dapat memanfaatkan teknologi secara positif dan bertanggung jawab. Mari tingkatkan literasi digital kita agar dapat mengarungi lautan informasi digital dengan bijaksana dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Tuesday, April 30, 2024

Gerakan Mata dan Aktivitas Berpikir

 Gerakan Mata dan Aktivitas Berpikir


Kadang mungkin kita tidak sadari bahwa pada saat sedang berpikir ternyata ada perubahan gerak pada mata. Perubahan posisi gerak bola mata ternyata memberikan dampak pada beragam aktivitas berpikir manusia atau bisa jadi sebaliknya aktivitas otak berdampak pada perubahan gerak bola mata. Berdasarkan uji coba yang penulis lakukan ternyata posisi bola mata dapat membantu dalam recall memory yang ada didalam otak. Berikut ini beberapa posisi bola mata yang bisa dicoba untuk membantu recall ingatan yang tersimpan dalam otak.

1. Berpikir visual mengenai gambar yang tersimpan dalam otak.

Melihat ke arah kiri atas membuat orang mampu mengakses gambar-gambar yang tersimpan (ingatan visual). Mungkin bisa dicoba dengan mengjukan  pertanyaan "gambarkan tentang ruang tidur anda".

2. Berpikir visual menciptakan gambaran baru.
Melihat ke arah kanan atas adalah dimana mata anda biasanya sedang berusaha menciptakan gamabran baru. Mungkin bisa dicoba  dengan mengajukan pertanyaan "apa yang dapat anda lakukan untuk menata ruang tidur anda?".

3. Berpikir auditori dan mengingat suara.

Bola mata akan mengarah ke kiri untuk mengakses suara yang tersimpan (apa yang pernah dikatakan atau didengar). Mungkin bisa dicoba dengan mengajukan pertanyaan "bagaimana ibu anda memanggil nama anda jika belau sedang marah pada anda?".

4. Berpikir auditori dan menciptakan suara baru.


Bola mata mengarah ke kanan untuk mengakses suara-suara baru.  Mungkin bisa dengan mengajukan pertanyaan "bagaimana suara seekor anjing jika dia punya suara seperti kucing?".

5. Dialog internal (berbicara dengan diri anda sendiri)



Yang paling sering terjadi adalah bola mata bergerak ke arah kiri bawah. Mungkin anda bisa memperhatikan mata orang lain ketika dia sedang berjalan di jalan sendirian.

6. Perasaan yang pernah dialami
Bola mata mengarah kekanan bawah. Cobalah tanyakan kepada teman anda, tentang sesuatu yang  anda tahu, terman anda tersebut memiliki perasaan yang kuat terhadapnya.

7. Respon otomatis
Bola mata melihat lurus ke depan ketika tak ada yang perlu dipikirkan, sama dengan ketika mengemukakan sebuah respon otomatis. Misalnya ketika anda ditanya "Bagaimana kabar anda?". kita akan menjawab secara spontan "baik, terima kasih" atau bisa jadi jawaban lainnya yang tidak memerlukan pencarian informasi kedalam otak untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Referensi:
Eric Jensen. 2007. Brain Based Learning (Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak, Cara Baru dalam Pengajaran dan Pelatihan). Yogyakarta: Pustaka Belajar.









Saturday, April 20, 2024

Teori Attachment (Attachment Theory)

MENGENAL PERKEMBANGAN ANAK
Perspektif Teori Attachment (Attachment Theory)


Pada awal perkembangan anak, peran orang tua sangat besar untuk membantu anak agar dapat tumbuh dan berkembangan secara baik. Anak dilahirkan dalam keadaan yang tidak berdaya, gerak dan tangisan menjadi kemampuan yang diandalkan anak untuk memndapatkan perhatian orang-orang yang ada disekitarnya supaya membantunya. Sentuhan orang-orang ada disekitar yang membantu persalinan menjadi indra pertama yang dirasakan anak pada saat lahir kedunia. Anak merasakan kehadiran orang lain dari adanya sentuhan yang dapat membantunya dari keterasingan, Sentuhan-sentuhan itulah yang menciptakan rasa aman baginya. Seiring bertambahnya usia dan berfungsinya semua indera-indera yang dimilikinya maka akan memperkuat keyakinan bahwa orang-orang yang menyentuhnya, yang dilihatnya, yang terdengar suaranya merupakan orang-orang yang selama ini telah memberikan kenyamanan bagi dirinya, sehingga pengalaman yang menimbulkan kesadara itu menjadi titik awal berkembangnya semua aspek perkembangan yang ada pada dirinya.

Orang tua menjadi orang pertama yang sering dilihatnya, sering menyentuhnya dan sering terdengar suraraya. Setiap kali dia merasa tidak nyaman kemudian menangis maka akan ada orang yang menyentuhnya, kemudian dia merasa nyaman kembali. Aktivtitas seperti ini terus dilakukan diawal masa perkembangan anak sehingga menciptakan suatu kelekatan (attachment) antara orang-orang yang sering menyentuhnya.

kelekatan orang tua dengan anak menjadi pondasi bagi anak untuk mengembangkan semua aspek perkembangan. Masa perkembangan awal anak menjadi hal yang sangat krusial dalam menentukan tahap perkembangan berikutnya. Begitu pentingnya kelekatan (attachment) bagi perkembangan anak, sehingga hal ini menjadi perhatian John Bowlby dalam teori attachment (attachment theory). Attachment Theory is in essence a spatial theory: when I am close to my loved one I feel good, when I am far away I am anxious, sad or lonely. Jika diterjemahkan kurang lebih seperti ini "Teori Keterikatan pada dasarnya adalah teori spasial: ketika saya dekat kepada kekasihku aku merasa baik, ketika aku jauh aku cemas, sedih atau kesepian". Kelekatan yang terbangun antara orang tua dan anak dari sejak lahir bahkan masih didalam kandungan akan menciptakan perasaan tenang, tidak sedih dan tidak kesepian. Hal sebaliknya jika kelekatan yang membangun kenyamanan anak tidak terbangun sejak dini bisa muncul perasaan tidak tenang, perasaan tidak aman, dan cemas. 


Edward John Mostyn Bowlby atau lebih dikenal dengan John Bowlby lahir pada tanggal 26 February 1907 di London, Inggris. John Bowlby mengembangkan teori attachment (attachment theory) yang sampai sekarang masih banyak digunakan untuk menjelaskan maupun membantu untuk menentukan langkah-langkah dalam mengembangkan kelekatan anak dengan orang tua.
Menurut teori attachment, anak yang terpisah dengan ibunya dalam jangka waktu yang lama pada masa awal kehidupannya gagal mengembangkan kelekatan yang aman (secure attachment). Akibatnya, dalam kehidupan selanjutnya, anak tidak memiliki model kerja internal dari hubungan yang dapat dipercaya dan menimbulkan rasa aman. Rasa tidak percaya ini kemudian diproyeksikan dalam kehidupan sehari-hari. hal ini membuat anak selalu curiga dengan orang lain dan tidak merasa aman dengan kehadiran orang lain. Anak kemudian tidak mampy mengungkapkan perilaku kasih sayang, sehingga cenderung lebih mengungkapkan kebencian dan tindakan agresifnya pada orang lain (Carr, 2001).

kegagalan kelekatan (attachment) orang tua dan anak bisa juga dikarenakan  orang tua kurang memapu memahami perasaan anak (lack of emphty). Kurang atau tidak mau mendengarkan pendapat anak serta tidak peka terhadap prestasi anak. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan anak menjadi individu yang mengembangkan kebutuhan untuk selalu diperhatikan secara tidak sehat oleh orang tua dan orang-orang lain disekitarnya.

Ada beberapa kemungkinan yang terjadi dalam kelekatan (attachment) antara lain:

1. Secure attachment relations
    Secure attachment relations ini ditandai dengan adanya kepercayaan timbal baik antara anak dan obyek perlekatannya. tipe perlekatan yang aman inilah yang mampu membentuk kepercayaan diri serta membangun rasa cinta tanpa syarat yang sangat bermanfaat dalam kehidupan selanjutnya. Mereka tetap merasa aman dan nyaman meskipun pada saat ditinggal atau berpisah dalam waktu tertentu. Mereka menyakini bahwa obyek perlekatan pasti akan kembali bertemu dengannya.

2. Avoidant Attachment relations
    Tipe perlekatan avoidant diatndai dengan munculnya perasaan tertekan dan tidak nyaman pada anak bila berdekatan dengan obyek perlekatannya. sejatinya anak tidak mengharapkan obyek berada di dekatnya. Ia justru merasa lebih nyaman bila jauh dari obyek, dan ia selalu berusaha agar menjaga jarak dengan obyek perlekatannya.
Kebanyakan relasi perlekatan ini terbentuk karena kehadiran obyek lebih sering menimbulkan pesaraan tidak aman bagi anak, bisa jadi karena obyek disatu pihak harus melakukannya, dilain pihak sejatinya obyek tidak menginginkan kehadiran anak. Disatu saat anak ingin menjauh dari obyek, tetapi disaat yang bersamaan ia harus mendekat (melekat) karena ada konsekuensi tertentu bila anak tidak mau mendekat obyek.

3. Abibalent attachment relations
    Tipe perlekatan  ambivalen atau anxious ini ditandai dengan dorongan untuk meleburkan diri dengan obyek. Obyek bersikap dan berperilaku tertentu yang dapat menyebabkan anak menjadi sedemikian tergantung padanya. Bisa jadi, obyek perlekatan mengkondisi anak menjadi sedemikian aman dan nyaman bila bersama obyek dan menjadi sangat tidak nyaman bila obyek tidak hadir. anak menjadi merasa tidak sanggup berdiri sendiri tanpa adanya obyek dan sangat patuh pada obyek. anak memiliki kecemasan tinggi bila akan ditinggalkan. Ia dihantui ketakutan akan diabaikan dan selalu khawatir obyek tidak mencinatinya lagi.

Referensi:
Jeremy Holmes. 2001. John Bowlby and Attachment Theory. London and New York.
George Prasetya Tembong. 2006. Elex Media Komputindo.
Psikologi Abnormal. 2021. Psikologi Abnormal: Dasar-Dasar, Teori dan Aplikasinya. UAD Press


Klik digambar untuk membacanya

PAUD Merdeka Belajar